Tisna’s Blog

Mei 26, 2009

Antara IQ, EQ, dan SQ

Filed under: Uncategorized — Tisna @ 2:09 am

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Dewasa ini teknologi semakin maju, inovasi-inovasi baru selalu bermunculan. Banyak tercipta alat-alat yang mempermudah segala aktivitas manusia. Alat-alat transportasipun semakin canggih, tidak hanya dapat menjelajahi permukaan bumi tapi sudah ditemukan alat-alat transportasi untuk menjelajah luar angkasa seperti ke bulan dan ke Planet Mars. Hal ini menjadikan dunia semakin sempit. Penemuan-penemuan ini merupakan hasil dari kerja otak yaitu pada kecerdasan Intelektual atau Intelegence Quotient (IQ).

Kecerdasan intelektual (IQ) dapat di ukur dan dikategorikan menurut tingkat IQ  itu sendiri. Banyak instansi yang menyaring calon pegawainya melalui tes IQ. Tapi seiring dengan perkembangan zaman, ternyata muncul pandagan bahwa IQ saja tidaklah cukup untuk menentukan kecerdasan dan menjamin kesukseksan seseorang. IQ harus dibarengi dengan kecerdasan lainnya yang disebut EQ (Emotional Quotient) atau kecerdasan emosional. Hal ini dapat diterima oleh masyarakat dalam kurun waktu yang lama sebelum muncul lagi pandangan bahwa IQ dan EQ saya masih belum menjamin kesuksesan seseorang dan masih dibutuhkan kecerdasan lainnya yang disebut SQ (Spritual Quotient) atau kecerdasan spiritual.

Berdasarkan pemikiran kecerdasan yang selalu berkembang inilah, penulis mencoba mengulas lebih dalam tentang IQ, EQ dan SQ serta hubungan dan peranan ketiga macam kecerdasan tersebut.

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam makalah ini adalah :

(1)   Apakah pengertian kecerdasan Intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).

(2)   Bagaimanakah karakteristik IQ, EQ dan SQ

(3)   Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi IQ, EQ dan SQ seseorang.

(4)   Apakah pera IQ, EQ dan SQ bagi kehidupan.

(5)   Bagaimanakah hubungan antara IQ, EQ dan SQ

(6)   Bagaimanakah penarapan IQ, EQ dan SQ dalam kehidupan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1    Kecerdasan Intelektual (IQ)

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Intelektual (IQ)

Kecerdasan intelektual atau IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke – 20.

Pengertian kecerdasan intelektual (IQ) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :

  • Surya Brata (1982)

Kecerdasan intelektual (IQ) didefinisikan sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau masalah yang dihadapi.

  • Sorenson (1977)

Kecerdasan interlektual (IQ) adalah kemampuan untuk berpikir abstrak, belajar merespon, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan.

  • Stern (1953)

Kecerdasan intelektual (IQ) adalah daya menyesuaikan diri dengan  keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya.

  • Thorndike

Intelegence is demonstrable in ability of the individual to make good responses from the stand point of truch of fact“. Orang dianggap memiliki kecerdasan intelektual apabila responnya merupakan respon yang baik atau sesuai terhadap stimulus yang diterimanya.

  • Freeman (1959)

Kecerdasan intelektual dipandang sebagai capacity to integrate experiences, capacity to learn, capacity to perform tasks regarded by psychologist as intellectual and capacity to carry on abstract thinking. Orang yang memiliki kecerdasana intelektual  adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menyatukan pengalaman-pengalaman, kemampuan untuk belajar dengan lebih baik, kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual dan kemampuan untuk berpikir abstrak.

2.1.2 Karakteristik Kecerdasan Intelektual (IQ)

Umumnya orang tua beranggapan hasil tes IQ berkaitan dengan kecerdasan. Anak ber-IQ 130 dianggap berkemampuan luar  biasa dalam segala bidang. Jika anak juga olah raga namun ber IQ taraf rata-rata atau anak yang nilai matematika yang jeblok dan IQ nya taraf rata-rata di anggap bodoh. Pemahaman seperti itu tak tepat, IQ hanya mengukur kemampuan lingguistik dan logika matematika sedangkan kecerdasan  mengacu pada kemampuan problem solving. Kenyataannya IQ tinggi tak menjamin yang bersangkutan berhasil dalam kehidupan kelak, perannya hanya sebesar 20 %. Banyak contoh yang membuktikan hal tersebut antara lain orang yang ber IQ tinggi, namun tentu mampu berempati atau melakukan tindak pidana.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual (IQ)

Seperti yang telah kita ketahui bahwa setiap individu memiliki tingkat IQ yang berbeda-beda. Ada pandangan yang menekankan pada bawaan (pandangan kualitatif) dan ada yang menekankan pada proses belajar (pandangan kuantitatif) sehingga dengan adanya perbedaannya pandangan tersebut dapat diketahui bahwa IQ dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1.    Pengaruh faktor bawaan

Banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang berasal dari satu keluarga atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka berkorelasi tinggi (+ 0,50), orang yang lembar (+ 0,90), yang tidak bersanak saudara (+ 0,20), anak yang di adopsi korelasi dengan orang tua angkatnya (+ 0,10 – + 0,20).

2.    Pengaruh faktor lingkungan

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang di konsumsi oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi IQ seseorang.

Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka).

3.    Stabilitasi kecerdasan Intelektual (IQ)

Stabilitasi IQ tergantung perkembangan organik otak.

4.    Pengaruh faktor kematangan

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.

5.    Pengaruh faktor pembentukan

Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan IQ.

6.    Minat dan pembawaan yang khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan  itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar.

7.    Kebebasan

Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya.

2.1.4 Peran Kecerdasan Intelektual (IQ) bagi Kehidupan

IQ adalah kecerdasa manusia yang dimiliki oleh otak manusia yang bisa melakukan beberapa kemampuan, seperti kemampuan yang bisa melakukan kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan masalah, berpikir, abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.

Berkat kecerdasan intelektualnya memang manusia telah mampu menjelajah ke bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih  dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai, menipis telah menyebabkan terjadinya pemasaran global, bajir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana. Gunung-gunung menggeliat dan memuntahkan akan dan lahar panasnya. Penyakit-penyakit ragawi yang sebelumnya tidak dikenal, mulai bermunculan, seperti Flu Burung (Avian lnfluenza). Aids serta jenis-jenis penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan sosial-ekonomi menjadi kacau balau karena sikap perilaku manusia yang mengabaikan kejujuran dan amarah (perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).

2.2    Kecerdasan Emosional (EQ)

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Daniel Goleman (1999) adalah salah seorag yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yaki kecerdasan emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebulan emosional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dnegan orang lain.

Para pakar memberikan definisi beragam pada EQ, diantaranya adalah kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami, dan mengelolanya. Menurut definisi ini, EQ mempunyai empat dimensi berikut :

1.    Mengenal, menerima dan mengekspresikan emosi (kefasihan emosional) caranya mampu membedakan emosi orang lain, bentuk dan tulisan baik melalui suara, ekspresi wajah dan tingkah laku.

2.    Menyertakan emosi dalam kerja-kerja intelektual. Caranya perubahan emosi bisa mengubah sikap optimis menjadi pesimis. Terkadang emosi mendorong manusia untuk menerima pandangan dan pendapat yang beragam.

3.    Memahami dan menganalisa emosi. Mampu mengetahui perubahan dari satu emosi ke emosi lain seperti berubahnya dari emosi marah menjadi rela atau lega.

4.    Mengelola emosi

Mampu mengelola emosi sendiri atau orang lain dengan cara meringankan emosi negatif dan memperkuat emosi positif. Hal ini dilakukan denga tapa menyembuhkan informasi yang disampaikan oleh emosi-emosi ini dan tidak berlebihan.

2.2.2 Karakteristik Kecerdasan Emosional (EQ)

Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Emotional Intelligence menuliskan bahwa berbeda dengan tes-tes untuk IQ yang sudah dikenal, sampai sekarang belum ada tes tertulis tunggal yang menghasilkan nilai kecerdasan emosional. Meskipun ada banyak penelitian mengenai masing-masing komponennya, beberapa komponen seperti empah, paling banter diuji dengan mengambil contoh kemampuan aktual seseorang sewaktu mengerjakan tugas tersebut. Namun, dengan patokan bagi apa yang disebut resikonya ego yang agak mirip dengan kecerdasan emosional.

Menurut Goleman, EQ yang baik bisa dan dapat dipelajari serta diraih seiring dengan pertumbuhan seorang anak. Oleh karena itu, untuk mengetahui tinggi atau rendahnya tingkat EQ pada anak dapat dilakukan sebanyak dua kali yaitu ketika anak berusia sebelum 12 tahun dan ketika si anak pada usia 12 tahun.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional (EQ)

Kecerdasan emosional bawaan bisa berkembag atau rusak, hal ini tergantung pada pengaruh yang diperoleh anak dimana kecil atau remaja. Pengaruh ini bisa datang dari orang tua, keluarga atau sekolah. Anak melalui hidupnya dengan potensi yang baik untuk perkembangan emosinya, hanya saja pengalaman emosi yang dialaminya di lingkungan anarkis atau tidak bersahabat menyebabkan grafik perkembangan EQnya menurun. Sebaliknya, bisa saja seorang anak mempunyai EQ bawaan yang rendah, namun Eqnya ini bisa berkembang dengan baik, jika ia dididik dengan baik melalui pengalaman-pengalaman emosional yang ramah dan bersahabat. Perilaku emosi cerdas yang diperlihatkan lingkungannya menyebabkan grafik Eqya menjadi tinggi.

Para orang tua yang gagal mengajuka kecerdasan emosional kepada anak-anak sebagai berikut :

1.    Orang tua yang mengabaikan, yang tidak menghiraukan mengganggap sepi ataupun meremehkan emosi-emosi negatif anak.

2.    Orang tua yang tidak menyetujui, yang bersifat kritis terhadap ungkapan perasaan-perasaan negatif anak dan barangkali memarahi atau menghukum mereka karena mengungkapkan emosinya.

3.    Orang tua Laisez – Faire, yang menerima emosi anak dan berempati dengan mereka tetapi tidak memberikan bimbingan atau menentukan batas-batas pada tingkah laku anak tersebut.

2.2.4 Peran Kecerdasan Emosional (EQ) bagi Kehidupan

Emosi adalah kepalsuan, kemampuan dan keterampilan untuk menangkap kecerdasan dan menilai serta megendalikan emosi diri sendiri, orang lain dan kelompok. Aka tetapi  definisi kecerdasan emosi masih merupakan rahasia yang belum terungkap dan masih berubah-ubah. Kecerdasan emosi merupakan suatu bangunan yang tersusun atas lima dimensi. Kelima dimensi adalah pengetahuan, pengelolaan hubungan, motivasi  diri, empati dan pengendalian perasaan  atau emosi. Kecerdasan  emosi sendiri masih merupakan subjek penelitian yang mengungkapkan kenyataan bahwa ia berbeda dari kemampuan kognitif  atau teknis serta menggunakan bagian otak yag berbeda pula. Kecerdasan emosi penting untuk menanganni situasi yang bermuatan emosi, suatu kondisi yang sering terjadi. Ini barangkali adalah bagia yang paling sulit dalam mengembangkan kecerdasan seseorang. Muatan dari emosi negatif serta dampak dari kepercayaan diri, keberanian dan kejujuran dapat diperoleh dengan baik melalui kecerdasan emosi. Keterampilan mengembangkan dan memanfaatkan kecerdasan emosi akan membetuk seperangkat kemampuan pokok yang mempengaruhi banyak isu bisnis yang vital bagi sensasi individu serta keberhasilan organisasi. Kecerdasan emosi merupakan faktor yang paling jelas mengatur pola  kehidupan. Kecerdasan ini penting dalam pengelolaan emosi yang diperlukan untuk  dapat membangun pola yang berhasil. Pengembangan kecerdasan emosi sangat penting bagi keberhasilan tingkah laku dan organisasi. Kecerdasan emosi merupakan penentu  dalam pembentukan serta keberhasilan hubungan dimasyarakat. Kecerdasan ini juga dapat menghilangkan perasaan takut, cemas, dan marah yang menghambat dalam pengendalian emosi.

Kompotensi utama kecerdasan emosi yang membuat seseorang memiliki kepribadian  yang utuh adalah sebagai berikut (1) Kesadaran-diri emosional. Seberapa jauh Anda mampu mengenai perasaan sendiri (2) Ekpresi  emosional : Kemampuan mengekspresikan perasan dan naluri (3) Kesadaran akan emosi orang lain : kemampuan mendengarkan, merasakan atau mengintusikan perasaan orang lain dari kata, bahasa tubuh, maupun petunjuk lain (4) Kreativitas : berhubungan dnegan berbagai sumberdaya non kognitif yang gagal membantu menentuka ide baru, menemukan solusi alternatif dan cara efektif melakukan sesuatu (5) Kegigihan / fleksibilitas : ulet dan tetap berhasrat serta berharap  walaupun ada halangan (6) Hubungan antarpribadi : menciptakan dan mempertahankan jejaring dengan orang-orang yang bersamanya. Anda menjadi realitas yang utuh (7) Ketidakpuasaan konstruktif kemampuan tetap tenang dan fokus dengan emosi yang tidak meningkat sekalipun dalam perselisihan (8) Wawasan/Optimisme : positif dan optimistik (9) Belas kasihan/empat kemampuan.Berempat dan menghargai perasaan orang lain (10) Intuisi : kemampuan mengenali, mempercayai, dan menggunakan perasaan kuat yang muncul dari dalam, serta respons kognitif  lain yang dihasilkan oleh indera, emosi, pikiran dan tubuh (11) Kesengajaan : mengatakan apa maksud Anda dan tekad untuk melaksanakan apa yang Anda katakan : bersedia tahan terhadap gangguan dan godaan agar dapat bertanggung jawab atas tindakan dan sikap. (12) Radius kepercayaan : mempercayai bahwa seseorang itu “baik” sampai terbukti sebaliknya : namun, tidak juga berlaku mempercayai seseorang (13) Kekuatan Pribadi yakin yang dapat menghadapi segala tantangan dan hidup sesuai dengan pilihan.

2.3    Kecerdasan Spiriitual (SQ)

2.3.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual

Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnyan, pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan menyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa diluar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apapun, termasuk dirinya penghayatan seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan (Religious Experience) Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas keberadaan-Nya, namun juga mengaku-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbodik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari. Temua ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Mishael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh V.S Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam. Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep kecerdasan spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang disebut Spiritual Quotient (SQ).

Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk mengdahapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup  seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

2.3.2 Karakteristik Kecerdasan Spiritual (SQ)

Jika anak balita memiliki SQ paling tinggi, dia jujur mengungkapkan sesuatu berdasarkan apa yang ada di tolak hatinya. Bila tak suka, anak balita akan bilang tak suka, tak memanipulasi jawabannya. Sejalan bertambahya usia, SQ akan menurun, karenanya orang tua harus terus mengajarkan anak untuk mengembangkan SQ-nya, misal mengajarjan anak bahwa kakak menolong adik bukan karena kewajibannya sebagai kakak semata, namun dilandasi kasih sayang pada adik.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual (SQ)

Kecerdasan spiritual (SQ) secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu keyakinan dalam diri, potensi diri, dan  kemauan dari diri tersebut. Selain faktor-faktor tersebut peran keluarga dalam membentuk dan meningkatkan serta membina kecerdasan spiritual ini sangat dibutuhkan. Apa yang keluarga tunjukan setiap harinya akan membentuk pribadi anak tersebut. Kondisi yang mendukung seorang anak dalam keluarga akan membuat kecerdasan spiritualnya terbentuk dan terbina dengan baik.

2.3.4 Peranan Kecerdasan Spiritual (SQ) dalam Kehidupan

Menurut Zohar dan Marshal, Kecerdasan Spiritual (SQ) penting dalam kehidupan. Ia menjelaskan bahwa seseorang yang SQ nya tinggi cenderung menjadi pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seorang yang bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi terhadap orang lain. Ia dapat memberikan inspirasi terhadap orang lain.penjelasan ini juga berlaku terhadap keluarga dimana kecerdasan ini sangat penting dalam membangun karakter manusia yaitu anggota keluarga yang mengilhami orang disekitarnya, dan meciptakan pribadi utuh yang mampu bertindak bijaksana sehingga dalam keluarga tadi tercipta suatu kesinambungan. Mengenai karakter manusia yang mengilhami dan memberikan pengaruh positif berdasarkan visi dan prinsip yang lebih tinggi ini covey menerangkan bahwa kemenangan publik di mulai dengan kemenangan pribadi. Tempat untuk membangun hubungan apapun adalah di dalam diri sendiri, dalam lingkungan pengaruh dan karakter. Setiap pribadi yang menjadi mandiri, proaktif, berpusat pada prinsip yang benar, digerakkan oleh nilai dan mampu mengaplikasikan integritas, maka ia pun dapat membangun hubungan saling tergantung, kaya, langgeng dan sangat produktif dengan orang lain.

Kecerdasan spiritual mampu mengungkapkan yang abadi, yang asasi, yang spiritual, yang fitrah dalam struktur kecerdasan manusia. Kecerdasan spiritual juga mampu membimbing kecerdasan lain berdasarkan prinsip yang hakiki untuk membuat kita lebih arif, lebih bijaksana dari dalam keluar sehingga membuat manusia dapat lebih benar, lebih sempurna, lebih efektif. Lebih bahagia dan menyikapi sesuatu dengan lebih jerih sesuai dengan bimbingan nurani yang luhur dalam keseluruhan hidupnya.

Dengan kecerdasan spiritual pribadi akan memiliki pribadi utuh dan berpusat pada prinsip yang benar. Apabila tindakan didasari dibimbing oleh yang benar maka tindakan ucapan, dan sikapnya menjadi bijaksana dan penuh kebaikan.

Individu yang mampu mengembangkan kecerdasan spiritual  akan memiliki prinsip dan cara pandang yang realistis, mampu menyatukan keragaman, mampu memaknai, dan menstranformasikan kesulitan menjadi medan penyempurnaan dan pendidikan spiritual yang lebih tajam dan matang.

2.4    Hubungan Antara IQ, EQ dan SQ

Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Emotional Intellience menjelaskan bahwa kunci sukses seseorag ternyata tidak hanya disebabkan tingginya IQ (Inteligence Quotion) saja, ada faktor lain yang dapat membawa seseorang menuju kesuksesan, yaitu EQ ( Emotional Quotionale) atau kecerdasan emosional. Di dalam buku itu diceritakan yang pada intinya bahwa ada percobaan yang dilakukan terhadap anak kecil, dimana untuk mendapatkan sebuah kue yang enak, seorang anak harus berusaha dan menunggu terlebih dahulu. Dari sekitar banyak anak, terdapat sedikit sekali yang akhirnya yang mendapat kue itu setelah berusaha dan menunggu. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata anak-anak yang sabar ini meraih kesuksesan lebih dibanding teman-temannya yang lain, setelah beberapa pengkajian dan  penelitian lebih dalam, para penelitipun berkesimpulan bahwa kecerdasan emosionalnya yang dimiliki oleh seseorang menjadi kunci dalam keberhasilan seseorang.

Dewasa ini, ada perkembangan terbaru dalam menentukan faktor kunci keberhasilan seseorang, yaitu Spiritual Quation (SQ). Teori ini berkembang setelah didapat banyak orang-orang yang sukses ternyata mempunyai rohani yang kering. Mereka kehausan spiritual, setelah mendapatkan apa yang mereka impikan bahkan apa yang semua di dunia ini impikan, yaitu kekayaan berlimpah, ketenaran, kekuasaan, kedudukan yang tinggi. Mobil-mobil lux mereka berjejer rapi di dalam rumah bak istana yang megah dan luas. Tetapi justru disitulah mereka menemuka neraka di dalamnya, suami dan istri yang bertikasi sepanjang hari, anak-anak yang berbius oleh dunia kelamnya. Tidak ada kedamaian di saat yang ada hayalah detik-detik penantian menuju kehancuran penghuninya. Oleh karena itu selai IQ dan EQ yang tinggi, dibutuhkan lain apa yang dinamakan kecerdasan spiritual (QS).

Selain itu, Ary Ginanjar Agustian seorang dosen, pengusaha, dan penulis buku Emotional dan Spiritual Quotient (ESQ) dan ESQ power yang terkenal dengan pemikirannya yang diberi nama ESQ, sebuah pemikiran yang menguak adanya kolerasi yang sangat kuat antara dunia usaha, profesionalisme dan manajemen modern, dalam hubungannya dengan intisari al-Islam : rukun Islam dan rukun Iman.

Menurut, IQ terletak pada fungsi otak neocortex , EQ terletak pada fungsi otak lymbic system, sedangkan SQ pada fungsi  otak godsport atau terletak pada temporallobe.

Penemuan IQ, EQ dan SQ menjadi syarat ilmiah bahwa kecerdasan spiritual sudah ada dalam fungsi neroscience otak manusia. Namun kecerdasan intelektual saja tak cukup, masih dibutuhkan apa yang disebut EQ, EQ menunjukkan bukti bahwa sangat berperan penting didalam keberhasilan kita.

Sebuah lembaga pernah membuat penelihan. Mereka melihat data bank raksasa bernama EQ inventory. Di sini dikumpulkan data-data seluruh orang sukses di mula bumi. Hasilnya, ditemukan bukti bahwa kecerdasan intelektual hanya 6% membawa keberhasilan, bahkan maksimum hanya 20 %.

2.5    Penerapan IQ, EQ da SQ Dalam Kehidupan

IQ, EQ dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan  tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari   proses :

1.    Merumuskan keputusan atau eksekusi

2.    Menjalankan keputusan atau eksekusi

3.    Menyikapi keputusan atau eksekusi

Rumusan keputusan itu seharusnya didasarkan pada fakta yang kita termuka di lapangan realita (apa yang terjadi) bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka atau tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada. Rencana keputusan yang hendak diambil merupakan hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimanapun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan oran lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam membimbing dan memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumus logika matematis untung rugi. Kita pun sering menjumpai kenyataan bahwa faktor human tosch turut mempengaruhi penerimaan atau pendakan seseorang terhadap kita-salah satu contoh kongkrit di Indonesia budaya “kekurangan” sangat ketal mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis atau bahkan penyelesaian konflik.

BAB  III

PENUTUP

3.1    Kesimpulan

IQ merupakan kecerdasan untuk melakukan kemampuan menalar, merencanakan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. EQ merupakan kemampuan untuk menyikapi pengetahuan emosional dalam bentuk menerima, memahami dan mengelolanya. Sedangkan SQ merupakan kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup lebih bermakna.

IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait didalam diri kita. Ketiganya sangat diperlukan dalam menentukan kesuksesan seseorang. IQ saja tidak akan cukup tanpa dibarengi dengan EQ dan SQ.

3.2    Saran-Saran

–         Hendaknya kita memahami lebih dalam tentang pengertian, karakteristik, faktor dan peran IQ, EQ dan SQ.

–         Hendaknya kita memahami hubungan IQ, EQ dan SQ.

–         Hendaknya kita menerapkan IQ, EQ dan SQ dalam kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar, 2001, ESQ (Emotional Spiritual Quatient), Jakarta : Arga

Carter, Philip & Ken Russell, 1989. The IQ Test Book. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.

Goleman, Daniel, 2002. Emotional Intelligence. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

http://www. mail-archive/Wanita-Muslimah @yahoogroups.Com

http://www. Adashendra. Com/2009/01/Kecerdasan – Spiritual-Spiritual – Quotient. Html.

http://mitrafm. com/blog/2008/12/15/Kecerdasan-Spiritual-Menentukan-Jati-Diri

http://ujangky.blogspot. com/2008/06/kesetimbangan-iq-eq-eg.html

http://wap. indosiar.com/ragam/69730/mengukur-potensi-dan-kreatifitasi-anak.

2 Komentar »

  1. HAaaa..
    Makalah PPD Bu…
    Bagoez bagoez

    Komentar oleh lia9103 — Mei 30, 2009 @ 2:54 am

    • ya am kolerai nah sorank ni…

      Komentar oleh Tisna — Mei 30, 2009 @ 12:23 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.